Senin, 22 Juli 2013

Sebuah Catatan Ekspedisi Menuju Mahameru



Sebuah catatan sejarah yang berawal dari sekelompok manusia yang memiliki kesukaan dan cita-cita yang sama, mencintai dan mengagumi alam dengan keindahan-keindahannya. Bertahun-tahun lamanya meniatkan hati untuk mendaki Gunung Semeru dan akhirnya terwujud.
Berbekal kerja keras dan semangat,  sore ini, Rabu 19 Juni 2013,  kami berdelapan yang terdiri dari para Guru, Karyawan, dan alumni dari SMK Negeri 5 Semarang melakukan sebuah ekspedisi menapaki Mahameru, puncak tertinggi di Tanah Jawa. 

Casts :
PAK Heru , Pak Pri, Pak Yudo : 3 guru yang sudah berkepala empat namun semangatnya untuk mendaki gunung bisa sampai mengalahkan mereka-mereka yang masih muda.
Pak Irvan : berprofesi sebagai guru juga hanya saja masih muda, perlu rasanya untuk tidak mengkategorikan dengan beliau-beliau yang disebut sebelumnya. Hihihi ^^
Ade dan Yayan : Karyawan sekolah yang amat cakap dan tentunya tidak pernah menolak kalau diajak naik gunung.
Azwan dan Budi : Alumni yang masih berumur 20-an tahun yang kalau ditanya hobby utamanya apa, tidak akan ragu dan tidak akan gugup mereka akan menjawab “mendaki gunung”.

TO THE STORY:
Semarang, Rabu 19 Juni.
Kami bertolak dari Semarang menuju Kota Malang  dengan menggunakan mobil travel. Kita memilih naik travel untuk mempermudah jam keberangkatan. Karena sebagian besar dari tim masih ada kesibukan dengan pekerjaan di Rabu pagi dan siang. Sekitar pukul 16.00 kami memulai perjalanan menuju kota Malang, dengan tujuan langsung di Pasar Tumpang.  Rencanannya selepas sampai di pasar Tumpang kami akan langsung dijemput oleh jeep yang sudah kami booking sebelumnya, dan berisitirahat di rumah si sopir jeep, Pak Laman namanya. 
Dengan semangat jiwa dan do’a kami mengawali perjalanan agar nantinya diberikan kelancaran mulai dari berangkat sampai pulang ke rumah masing-masing.  Perkiraannya kami sampai tiba di Pasar Tumpang hari Kamis 20 Juni pukul 02.00 WIB. Disepanjang perjalanan tidak banyak obrolan-obrolan yang berbobot, dan beberapa lebih memilih untuk beristirahat. Mungkin karena seharian tadi masing-masing disibukkan dengan pekerjaan sehingga kecapekan. Atau hitung-hitung mempersiapkan energi untuk pendakian esok. Karena sesuai rencana kami akan langsung berangkat  menuju Ranu Pani pukul 06.00 WIB.

Kamis 20 Juni – Malang
Pukul 02.30
Sebuah perjalanan yang lancar namun sedikit melelahkan badan. Sekitar pukul 02.30 WIB kami sampai di Pasar Tumpang, 30 menit lebih lama dari perkiraan kami. Sampai di Pasar Tumpang, sudah berdiri Pak Laman dengan jeep merah nya untuk menjemput kami. Masing-masing berjabat tangan kepada Pak Laman sambil memperkenalkan diri, seperti menerjemahkan sebuah  keakraban antar sesama manusia mulai tercipta. 

Bergegas setelah loading tas ransel di atas jeep kami segera menuju kediaman Pak Laman. Tidak lebih dari 5 menit kami sampai di rumah si bapak. Dengan ramah dan logat jawa ala Jawa Timur-an Pak Laman mempersilahkan kami masuk ke rumahnya. Dan hebatnya sudah tersedia ruangan lesehan beralaskan tikar yang sengaja disediakan untuk kami. 

“Monggo Pak..Mas…silahkan tiduran-tiduaran dulu. Kamar mandi ada di pintu samping lurus ke belakang”, tutur Pak Laman ramah setelah mematikan dan turun dari jeep nya.
“Nggih Pak, terimakasih...”, sahut Pak Pri riang.
Tidak lama setelah kami membaringkan tubuh di atas tikar datanglah istri Pak Laman yang masih terlihat ngantuk membawakan teh hangat dan menyuguhkan untuk kami.
“Silahkan diminum teh hangatnya Pak..Mas..”, Bu Laman menawarkan.
“Ohh..nggih.. terimakasih Ibu, jadi ngrepotin..".

Kami sungguh beruntung mendapatkan sopir jeep sekaligus teman baru seperti Pak Laman. Begitu baik dan ramah. Masing-masing dari kami mengambil segelas teh hangat dan beberapa juga lebih memilih untuk tidur, mungkin karena kecapekkan duduk 10 jam-an di dalam mobil. Obrolan-obrolan kecil pun tumpah. Meski dengan mata sayup-sayup lelah masih bisa menciptakan senyuman-senyuman manis di antara dinginnya pagi desa Tumpang

Kamis, 20 Juni pukul 05.00
Setelah beres packing tas carrier dengan bawaan masing-masing dan mengenakan kaos tim yang khusus dibuat, kami kemudian berangkat menuju Ranu Pani dengan jeep yang kali ini warna hijau bersama Pak Sopir. Namun sebelum itu kami mampir dulu di sebuah warung sederhana untuk sarapan pagi sekaligus membungkus nasi untuk jatah makan siang. 

Pukul 06.00, kami memulai perjalanan menuju Ranu Pani, berseru dengan yong udara pagi yang segar di desa Tumpang yang jarang kami dapatkan di kota-kota besar seperti Semarang. Sekitar 15 menitan kami meninggalkan desa-desa disekitar kawasan Taman Nasional Bromo  Tengger Semeru dan memasuki kawasan hutan konservasi. Baru awal memulai perjalanan kami disuguhi pemandangan yang menyejukkan mata, semua kanan dan kiri kami adalah pepohonan tinggi yang banyak didominasi cemara yang menjulang ke langit dengan jurang-jurang indah di dasarnya. Seolah jika diterjemahkan mereka semua sedang hangat menyambut kedatangan kami yang terkagum-kagum memandangi mereka. Masing-masing dari kami pun terdiam sambil tersenyum menikmati setiap lukisan alam yang menggambarkan betapa Hebatnya Tuhan menciptakan alam ini dengan keindahan-keindahan-Nya. 

Melanjutkan perjalanan menaiki jeep kami terus menanjak yang belum menemui ujung. Ranging-ranting pohon yang melalang memberi tantangan tersendiri untuk kami yang berdiri di bak jeep.

“Awas Pak Heru ada ranting.....!!!” Seru Pak Irvan ke Pak Heru.
“Sreeeekk….Plaaaaaakkk…aduuuuuh…”
“Ahh..kamu pak, ngingetinnya telat. Udah kena kepala baru teriak, payah..payah.”, pak heru meringis
“HAHAHAHA…”, semua tertawa.
“Ya Maaf beh..” tambah Pak Irvan masih dengan ketawa-tiwi.

1 jam-an lebih kami disuguhi pemandangan yang sama dan luar biasa. Kami saling ngobrol, tertawa, dan saling ejek-ejekan ringan seolah seperti bukit bahwa kedekatan persahabatan ini tidak terbataskan lagi. Tak lama kemudian kami dihadapkan lagi dengan sebuah ciptaan Tuhan yang sungguh sangat indah yang entah bagaimana harus mengungkapkannya. Iya, persis di sisi kiri kami terlihat Bukit Teletubbies dengan hijau rumput dan pohon-pohonnya yang memenuhi setiap bukit-bukitnya melambai-melambai kepada kami. seolah-olah ingin mengucapkan selamat datang kepada kami yang kemudian kami balas dengan jutaan senyum kekaguman kearah bukit.

Seolah tidak ingin cepat-cepat beranjak mengagumi keindahan bukit yang memiliki nama unik ini, kami mengarahkan mata kami memandangi bukit mulai dari ujung barat sampai ujung timur. Persis seperti sedang merekam sebuah object menggunakan recorder.
Pak Laman menghentikan jeep nya dan mematkan mesin mobilnya.

 “Pak…Mas…mau berhenti di sini sambil foto-foto dulu gak nih?”, tanya Pak Laman ramah.
“Iya Pak….boleh banget”, jawab kami kompak.
Kami turun dari jeep dan berfoto-foto dengan object background Bukit Teletubbies yang tersenyum di belakang kami.
“Mas….foto bareng-bareng. Sini saya fotoin”, Pak Laman menawarkan bantuan.
“Ohh…boleh boleh Pak”,
Semuanya berdiri rapi membelakangi bukit
“Siap yah..”
“1…2…3….”
“Jepreeett….jepreeettt…jepreeett..”
“Matur nuwun nggih Pak..”
“Siip….”

Sekitar 15 menit ber-jepret-jepret mengambil gambar kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Pos Ranu Pani yang tidak lama lagi sampai. 

Pukul 08.00 – Ranu Pani

“Ciiiiit….sreeekkkk….”
“Kita sudah sampai di Ranu Pani”, tutur Pak Laman sambil memakai jaket hangatnya.

Beruntung sekali pagi ini cuaca di Ranu Pani cerah. Karena menurut Pak Laman yang hampir setiap hari datang ke Ranu Pani bercerita kalau di hari-hari terakhir sebelumnya sering turun hujan sepanjang hari. Semoga ini sebuah awalan yang baik buat kami.

Sebentar menikmati udara sejuk pagi di Ranu Pani kami mengambil tas carrier yang dibantu Pak Laman. Selesai menurunkan semua tas kami berpamitan untuk waktu sementara kepada Pak Laman, dan meninggalkan lokasi parkir mobil jeep menuju Pos Resort Ranu Pani. Di Pos ini kami melakukan registrasi administrasi sebelum melakukan pendakian. Pendaftaran dari tim diwakili 2 orang dengan membawa kelengkapan administrasi yang sudah kami siapkan dari Semarang, yang berupa: Surat Tes Kesehatan, Foto Copy KTP, dan sebuah materai. 

“Ayook bro….”, ajak Budi ke Ade sambil membawa persyaratan yang diwajibkan yang dibungkus rapi di amplop besar warna cokelat.
"cuss.."
Mereka berjalan masuk tempat pendaftaran pendakian.

“Jadi berapa total semua yang mendaki mas?”, tanya petugas administrasi ke kami.
“Delapan orang pak..”
“Ini silahkan diisi form pendataannya ya. Bagian yang tidak perlu dilewati saja.” Tutur petugas sambil menyodorkan lembaran-lembaran form pendataan pendakian.
“Banyak juga ya, kamu aja deh bro yang nulis. Tulisan kamu kan bagusan, hihihihi”, ucap Budi ke Ade yang sebenarnya memang malas nulis.
“Hmmm….”, jawab Ade datar.

Setelah selesai melengkapi form pendaftaran yang disyaratkan kami kembali berkumpul merapat membuat lingkaran kecil dan berdoa bersama untuk memulai pendakian menuju Mahameru. Do’a dipimpin oleh Pak Heru. 

“Bakilah teman-teman yang saya cintai, sebelum memulai pendakian mari kita berdo’a agar diberikan kekuatan untuk menapaki setiap tanjakan yang menghadang, kesabaran dalam melangkah , serta kelancaran di setiap perjalanan mulai dari awal menapakkan kaki di Ranu Pani sampai pulang meninggalkan Ranu Pani tanpa suatu kekurangan satupun”.
AMIIN, berdo’a selesai.

Pukul 08.30 – Langkah Pertama
Selesai berdo’a kami semua meletakkan tangan kanan di tengah dan bersorak “SMK 5 Hebaaaaat”, yang sekaligus memulai perjalanan ekspedisi pendakian Gunung Semeru. Di posisi paling depan ada Pak Pri sebagai pemimpin perjalanan, karena Pak Pri yang lebih banyak pengetahuan dan referensinya soal jalur Gunung Semeru.  disusul di belakang Pak Pri ada Azwan, Yayan, Pak Irvan, Pak Yudo, Pak Heru, Ade, dan di paling belakang ada Budi. 

“Treeeek….” Kami membuat langkah pertama meninggalkan Ranu Pani menunju Puncak Mahameru. Di sini, Di Ranu Pani yang diam dan tenang kami memulai menanjakkan kaki kami untuk sebuah ekspedisi menggapai puncak tertinggi di tanah Jawa, Mahameru.
Awal Pendakian dimulai dengan melewati daerah kabun. Langkah-langkah awal seperti biasa dihiasi dengan sedikit obrolan kecil yang lebih terkesan banyak diamnya. Selang sekitar 200 meter kami memasuki gapura  ucapan selamat datang untuk para pendaki Gunung Semeru yang setelahnya dipertemukan dengan tanjakan yang terjal. 

Jalan menanjak, terlihat setiap anggota tim berjalan menanjak pelan, mungkin untuk mengatur nafas dengan berat barang bawaan yang lumayan berat. Dan semua benar-benar terlihat tidak sedang ingin meciptakan percakapan. Hening.
 “Ayooo Pak Yudo, semangaaaat,… sedikit lagi landaian nih”. Teriak Pak Pri ke arah bawah. “Siapp!"

Pak Yudo adalah anggota tim yang secara fisik memiliki tantangan yang lebih berat karena memiliki postur badan yang besar.  Meninggalkan “tanjakan selamat datang” kami melanjutkan perjalanan dengan track yang banyak landainya. Kami menargetkan perjalanan dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo memerlukan waktu selama-lamanya 5 jam. Kami terus berjalan menyusuri jalur menuju Landengan Dawa. Jarak dari Ranu Pani ke  Landengan Dawa adalah 3Km dengan track yang landai panjang dan beberapa tanjakan terjal. 

Pukul 11.00 WIB
2 jam lebih berjalan dan banyak istirahatnya akhirnya kami sampai di Landengan Dawa. Kami istirahat cukup lama di sini. Kami membuka bungkusan nasi yang kami bawa dari Tumpang untuk makan siang. Terlihat sekali raut wajah dari setiap anggota yang sangat kelelahan. Sungguh Landengan Dawa adalah sebuah sambutan hangat yang banyak menghadiahkan keringat. Setelah meletakkan tas carrier kami meregangkan otot-otot kaki dan membuka kue serta makanan ringan sebelum akhirnya manyantap nasi bungkus yang tercium sangat sedap, mungkin karena kondisi tenaga terkuras sehingga perut lapar.

Selesai makan siang dan dirasa kenyang kami melanjutkan perjalanan lagi menuju Pos 2, Watu Rejeng. Jarak Landengan Dawa menuju Watu Rejeng sama seperti sebelumnya, yaitu 3KM. Namun dengan medan track yang agak berbeda.

“Yok….lanjuuttt..”, seru Pak Pri memimpin perjalanan.
Kami berjalan menyusuri setiap jalan setapak yang cukup landai, sesekali ada tanjakan terjal namun tidak sering. Di sepanjang perjalanan kami sering berseberangan dengan pendaki-pendaki lain yang sedang turun. Saling berucap sapa dan menyemangati. Sekitar 2 jam berjalan kami masih belum ketemu dengan Watu Rejeng, sementara di belakang beberapa anggota tim terlihat sangat lelah. 

“BREAK..!!!!” 
"fiuuhh...!!! "  Pak Heru kelalahan.

Kami istirahat di bawah pohon yang agak luas datarannya sambil duduk meletakkan tas carrier. 

“Waduuuhh…lumayan capeknya”, gumam Pak Heru lirih.
“sebenarnya jalannya gak begitu nanjak-nanjak amat, hanya barang bawaan kita ini kali ya yang bikin berat”, Pak Yudo berpendapat.

Tidak ingin terlalu lama istirahat kami melanjutkan perjalanan lagi. Masih dengan jalur yang agak sedikit menanjak. 

30 menit berlalu, Kali ini jarak antar tim tidak lagi berdekatan. 4 orang sudah berjalan jauh di depan, yang terdiri dari Pak Pri, Pak Irvan, Yayan, dan Azwan.  Sementara 4 orang lainnya tertinggal  di belakang. Pak Heru dan Pak Yudo terlihat sangat kelelahan. Sementara Ade dan Budi kewalahan karena tas carrier nya dipenuhi tenda.

“BREAK..!!!” seru Pak Yudo sambil duduk meletakkan tas carriernya. 

Mereka beristirahat di sebuah jembatan yang agak lebar. Di sini mereka benar-benar menghabiskan waktu untuk istirahat untuk mengontrol kondisi tubuh dan menyiapkan tenaga untuk melanjutkan perjalanan menuju Watu Rejeng. Saking capeknya dan dengan posisi duduk yang PW Ade sampai tertidur. Sebuah percakapan di antara keringat yang mengucur di kulit badan pun tercipta.

“Lendangan Dawa, aku tidak akan melupakanmu, lelah dan keringat ini adalah bukit kita pernah bertemu” gumam Pak Yudo lirih yang dibalas dengan senyuman kecil  Pak Heru, Ade, dan Budi.

Lebih dari setengah jam ke-4 anggota tim terakhir ini beristirahat yang dihiasi dengan kegiatan menghabiskan coklat, agar-agar jelly, dan gula merah sebelum akhirnya melanjutkan pendakian kembali. 
“Ayook lanjut”
“Oke..mari kita kemon"

Pukul 15.00 WIB
Keempat anggota tim yang berada di belakang terus berjalan menapaki jalur track menuju Watu Rejeng. Sesekali bertemu pendaki lain yang sedang menuruni gunung. 

“Mas Watu Rejeng masih seberapa jauh ya?”, tanya Pak Heru ramah kepada salah seorang pendaki yang  sedang santai berjalan bersama rombongannya.
“Ohh, sebentar lagi pak, 15 menitan mungkin”

Dengan sisa tenaga dan semangat yang keempat orang ini miliki, mereka terus menapakkan kakinya mencapai Watu Rejeng. Dan puluhan menit kemudian akhirnya kedelapan orang yang tadinya terpisah menjadi dua kelompok kini berkumpul kembali  di Pos 2, Watu Rejeng. Kondisi Pos Watu Rejeng yang cukup luas dan datar cocok untuk beristirahat santai ramai-ramai. 

“Walah beh, lama banget jalannya. Kami menunggu sampai tertidur belum juga sampai, hahaha”, ujar Pak Pri dengan nada bercanda kepad Pak Heru.
 “wah asli kakiku gemetar terus setiap kali naik tanjakan lek.."
Setelah menginstirahatkan badan dan mengumpulkan tenaga kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Ranu Kumbolo yang masih berjarak 3Km lagi. 
“Semangat teman-teman, sebentar lagi kita akan sampai di Ranu Kumbolo”, seru Pak Pri dengan topi coboy nya yang mencoba menyemangati anggota tim.
“Siap…komandan….!!!”, 
Sesekali kami berhenti membungkukkan badan, mengatur nafas, dan melangkahkan kaki kembali. Seolah tidak ada hal lain lagi untuk menggapai Mahameru selain rasa semangat dan optimis. 

Kami terus berjalan menyusuri jalur menuju Ranu Kumbolo. Sesekali ada anggota tim yang terpeleset di becekan-becekan yang menganga di tengah jalanan.

 “Aduuuh….”, teriak Ade yang jatuh terpeleset jatuh membuat sepatu sendalnya berhiaskan lumpur.
“Hahahaha…”, sahut anggota tim lainnya yang lebih memilih tertawa ketimbang menolongnya melihat Ade dengan muka kesalnya. 
Perjalanan kembali dilanjutkan. Setelah sekali terjatuh dari tanah yang berlumpur, seolah Ade memiliki phobia setiap kali menemui jalan yang tidak bersahabat itu. Hihihi….

Pukul 16.30 WIB
Seakan tidak pernah menyerah melangkahkan kaki menyusuri jalur yang belum berujung, kami terus menapaki jalur yang lebih banyak landainya. Hingga pada akhirnya kami menjumpai sebuah tempat dipenuhi air biru yang meluas dengan bukit-bukit meghijau yang mengelilinya. Pantulan-pantulan senja sore menyibakkan seluruh tumpahan air yang meluas itu, seolah menciptakan cahaya-cahaya kecil yang berkelip di atas nya. Kami berdiri  diam, mengambil nafas panjang, mengeluarkannya perlahan, dan berkaca-kaca memandangi setiap lekukan dari sisi-sisi yang danau berhempit mesra dengan kaki bukit. 

“Teman-teman, selamat datang di Ranu Kumbolo, surganya Gunung Semeru”, ucap Pak Pri mantap kepada seluruh anggota tim. 

Kami yang berada di atas bukit menghentikan langkah kaki yang sebetulnya ingin langsung berlari ke bawah menuju danau dan bermain dengan keindahan-keindahannya. Seakan hasrat untuk segera bercumbu dengan Ranu Kumbolo tak tertahankan. Kami perlahan menuruni jalur menurun yang kanan kirinya adalah hamparan ilalang-ilalang yang menghijau membentang di setiap gundukan bukit. Hembusan angin yang hangat membawa kami turun mendekati Ranu Kumbolo. 

Kabut tebal menginjak sore perlahan memenuhi seluruh luasan danau. Tidak lama hujan pun turun, menghiasi setiap langkah kami menuju camping ground. Seolah segala rasa lelah yang bertumpu di pundak dan kaki hilang beriringan menyusupnya sang surya meninggalkan Ranu Kumbolo. 

Senja pun mulai datang, terlihat barisan pohon pohon yang mengelilingi setiap sudut bukit nampak muram. Kami tiba di ground camping di sebelah Danau Ranu Kumbolo yang sudah ramai dipenuhi pendaki-pendaki lainnya yang sudah tengah menghangatkan diri bercanda dengan teman-temannya di dalam tenda yang bercahayakan sebuah lampu senter yang tidak terlalu terang. Kami putuskan untuk tidak membangun tenda dahulu, karena hujan masih deras mengguyur kawasan danau. Beruntung sekali ada bangunan sejenis pos peristirahatan berdindingkan tembok yang masih kosong. Kemudian kami meletakkan tas carrier dan menggelar matras berkumpul ngobrol-ngobrol sambil membicarakan kelanjutkan ekspedisi ke puncak Mahameru. 

Hari mulai gelap, Kami dihadapkan pada suatu permasalahan dalam rencana melanjutkan perjalanan mencapai Mahameru. Kami sebelumnya menargetkan tiba di Ranukombolo pada pukul  14.00. Namun kenyataannya jauh dari apa yang kita duga. Dari target awal mencapai Ranu  Kumbolo 5 jam an, kami menghabiskan waktu sampai 8 jam. Permasalahan pertama sebetulnya adalah soal waktu. Kami berfikir jika mulai melanjutkan perjalanan menuju Kalimati dilakukan setelah kami selesai makan malam di Ranu Kumbolo yang kira-kira pukul 18.30 sepertinya agak susah. Berat bagi kami untuk melewati jalan yang gelap yang belum pernah kami lalui sebelumnya. Terlebih di jalur setelah Cemoro Kandang sebelum kalimati banyak sekali jalur-jalur cabangan. Kami khawatir kalau sampai salah menapaki jalur dan akhirnya tersesat. Selain itu cuaca di Ranu Kumbolo sampai kami selesai makan masih dalam kondisi hujan deras. Tentunya jika tetap melanjutkan perjalanan menuju Kalimati ini akan memperlambat gerak perjalanan kami. Sedangkan normalnya pendakian menuju Kalimati dari Ranu Kumbolo dilakukan di waktu jauh sebelum matahari terbenam sehingga dengan langkah cepat sampai Kalimati mereka belum sampai gelap. 

Hitung punya hitung dan melihat segala kemungkinan serta resiko keselamatan yang bakal terjadi, akhirnya kami mengurungkan niat untuk mendaki sampai puncak. 

“Sahabat-sahabat yang saya banggakan, selamat untuk kita semua sebelumnya sehingga kita dengan berbagai rintangan atas rahmat Allah bisa sampai di Ranu Kumbolo. Namun melihat waktu dan kondisi cuaca yang kurang mendukung, mungkin belum saatnya kita untuk mencapai puncak Mahameru”, tutur Pak Pri kepada seluruh anggota tim.
Semuanya mengangguk.

Terlihat sekali wajah-wajah datar dari setiap anggota tim yang jika diterjemahkan seperti sedang berkata “Ya sudahlah, mungkin belum rejeki dan waktunya untuk berada di puncak Mahameru”. Kekecewaan sudah pasti ada, namun tidak ada hal yang lebih penting memposisikan diri memahami kondisi alam. Sehingga sebagai pendaki yang berfikir kita tahu kapan harus terus melangkah, menghentikan langkah, dan kembali menjauh dari tujuan langkah. Bukanlah dia yang ceroboh tidak memiliki sikap dan tidankan yang benar dalam melihat bahaya tanda-tanda yang alam berikan.

19.00 - Malam di Ranu Kumbolo
Selesai berdiskusi yang berujung dengan pembatalan mencapai Mahameru, kami membongkar tas carrier dan mengeluarkan kompor serta paraffin untuk menyiapkan makan malam.

“Wah masak yang gurih-gurih sedikit pedas cakep nih”, ucap Pak Yudo ceria sambil mengelus-elus perutnya.
“Nyeduh yang hangat-hangat juga cocok nih”, tambah Pak Heru dengan senyuman manis khas nya yang seolah meminta anggota-anggota tim yang muda untuk segera berkemas memasak. 

Kelima manusia-manusia yang masih tergolong remaja pun langsung beraksi mengerjakan apa yang bapak-bapak tersebut “minta”. Azwan dan Budi bagian membuat teh, jahe, dan kopi. Sedangkan Ade, Om Irvan, dan Yayan sumringah membuat nasi dan menghangatkan lauk berupa tempe kering dan rendang sapi yang sengaja dibawa dari rumah. 

“Bud, aku teh nya jangan manis-manis ya”, pinta Pak Pri ke Budi.
 “Siap boss”
“kalau aku jahenya yang manis Bud”, tambah Pak Heru yang memang amat mencintai jahe manis.
“Kalau Pak Yudo rikues apa?”, tanya Azwan ke  Pak Yudo.
“Apa aja boleh dah”

Tidak ada satu jam makan malam beserta minuman hangat sudah tersaji manis di antara kami yang duduk melingkar agak renggang. Aroma khas rendang sapi yang masih panas tercium sedap di antara dingin angin malam Ranu Kumbolo. Pak Irvan yang duduknya paling dekat dengan nasi secara sukarela mengambilkan nasi untuk ke tujuh anggota tim. Piring pertama diberikan untuk Pak Heru, diteruskan ke Pak Yudo, Pak Pri, dan anggota yang lainnya. 

“Sebelum menikmati hidangan yang lezat ini, mari berdo’a atas segala nikmat yang Tuhan karuniakan untuk kita hari ini, berdo’a dimulai”, Pak Heru memimpin do’a. 
“Amiin..” 
Makan malam untuk pertama kalinya di Ranu Kumbolo. Dihiasi sisa-sisa rintikan hujan yang membasahi tanah di sekitar danau. Semua terasa begitu nikmat dan mesra. Terlihat semuanya menikmati setiap satu sendokan yang masuk ke mulut. Sesekali sambil meneguk air putih  dari botol. 
“Ini kok nasinya rasanya nikmat banget ya”, gumam Pak Pri lirih dengan mulut yang masih dipenuhi nasi dan rendang.
“jelas ajalah siapa dulu yang masak”, jawab ketiga master chief dadakan Ade, Pak Irvan, dan Yayan kompak.
“Ahh….emang dasar perutnya lagi pada kelaparan tuh”, tambah Pak Heru sambil menggigit daging rendang yang agak alot. 
“HAHAHAHA..” semuanya tertawa. 

Rasa lelah yang tadinya menempel lekat di pundak seolah terlepas seiring tawa yang tercipta di sela-sela menikmati makan malam di Danau Ranu Kumbolo yang terasa semakin dingin. Semuanya menikmati apa yang sudah tersaji di atas tikar. Terkadang bukan berapa kwantitas dan mahal nya makanan yang membuat semua nikmat, melainkan kesederhanan di dalam kebersamaan dengan orang-orang terdekat yang membuat kesemuanya itu terasa nikmat. 

Hari semakin malam, terlihat pohon-pohon berwajah muram dengan rintikan gerimis yang masih menghujam. Kabut putih yang pekat turun perlahan menapaki bukit memenuhi danau yang seakan ingin menyelimutinya dan mengajaknya ke dalam tidur yang lelap. Kami masih menikmati saat-saat bersama dengan segelas kopi yang mulai terasa dingin. Obrolan demi obrolan masih memenuhi setiap sudut ruangan yang berukuran kecil yang membuat suasana semakin intim. Satu persatu orang mengambil sleeping bag dan membiarkan tubuhnya terbungkus hangat sambil bercerita tentang obrolan-obrolan ringan di tepi Danau Ranu Kumbolo. 
Malam ini bintang tidak terlihat di Ranu Kumbolo. Kami lebih memilih tidur lebih awal karena rencanannya besok pagi-pagi ingin pergi sampai Kalimati.

Jum’at, 21 Juni - Ranu Kumbolo
Pukul 05.30
“De..De…tolong ambilin kamera di tas kayaknya sunrise nya bakalan cakep nih”, pinta Pak Pri ke Ade yang sudah berdiri dengan jaket hangatnya di depan Ranu Kumbolo. 
Menjelang matahari terbit pemandangan Ranu Kumbolo  sudah dipenuhi manusia-manusia yang lengkap dengan kamera dan handycam. Berbondong-bondong menunuggu munculnya sang mentari cantik yang biasa muncul di antara kedua bukit yang menutupi danau dari kejauhan. Kabut putih tebal yang semalam menyelimuti danau kini tak terlihat. Membuat sebuah pemandangan yang indah menjelang matahari terbit. 

Tidak lama kemudian sang surya perlahan muncul menampakkan keindahannya. Letak nya persis di antara dua bukit yang merangkul Ranu Kumbolo. Sinar nya yang masih ranum membuat pantulan indah di danau. Semua orang termasuk kami mengambil moment yang sangat berharga ini. Berfoto dengan background danau dan matahari terbit di Ranu Kumbolo. Sungguh sebuah kesempatan yang tidak semua orang bias dapatkan. 

Matahari mulai meninggi, menghangatkan tubuh yang dari semalam terasa dingin terbungkus sleeping bag. Pagi ini kami harus bergegas masak menyiapkan sarapan pagi untuk kemudian berangkat menuju Pos Kalimati. Meskipun kami telah gagal untuk menggapai puncak Mahameru, tetapi kami tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengunjungi Kalimati. Terlebih kami masih memiliki cukup banyak waktu. 

Seperti biasa, para bapak-bapak yang dituakan duduk bersantai membuat obrolan sembari menunggu kawula muda memasak menyiapkan minuman hangat-hangat dan sarapan pagi. 

“Okey..masak apa kita pagi ini ya enaknya?”, tanya Yayan sambil membuka bungkusan berisi sarden, kornet, mie instan, dan makanan yang lain.
“Masak sarden ikan dan soup sossis sepertinya cakep nih”, jawab Ade riang.
“iya..iya..itu boleh juga”, tambah Pak Irvan meyakinkan. 

Seperti biasa, ketiga master chief dadakan Ade, Yayan, dan Pak Irvan bertugas menyiapkan sarapan. Sementara Budi dan Azwan memasak minuman hangat-hangat yang kali ini tidak perlu menanyakan takaran gula teh manis kepada Pak Pri, atau seberapa manis jahe untuk Pak Heru.

“Taraaa.....Makanan siap…”, ujar Ade girang sambil meletakkan soup dan sarden yang harumnya langsung memenuhi ruangan berukuran kotak 4x4 meter itu. 
 “Sebentar ya Pak nasinya belum matang nih, 10 menitan lagi kayaknya!”, teriak Yayan dari dapur minimalis yang dibuat di ruangan pojok di sebelah camp. 
“Ayooo…cepat, jangan lama-lama, sudah pada lapar nih” jawab Pak Yudo santai.
Tidak lama kemudian nasi sudah matang dan terhidang berjejer bersama sarden ikan, soup sozzis, dan tempe kering sisa semalam yang sudah dihangatkan. Semuanya sarapan, seperti biasa do’a dipimpin oleh Pak Heru. Terlihat semuanya amat menikmati sarapan pagi ini. Kami harus makan yang cukup karena setelah sarapan kami akan berjalan lumayan jauh lagi menuju Kalimati.

Selesai sarapan kami packing membawa barang-barang yang kira-kira perlu, seperti: jaket, slayer, dan kamera. Serta membawa bekal makanan ringan berupa air minum, cokelat, roti dan susu. Sengaja kami tidak membawa semua barang yang ada di dalam tas ransel karena hanya akan membuat perjalanan terasa berat. Toh untuk perjalanan ke Kalimati kali ini ada Pak Yudo tidak ikut dan memilih tinggal di camp. Jadi barang-barang yang kami tinggal di camp dijamin aman. 

Pukul 08.00 – Menuju Kalimati
“De, kamera sudah dibawa kan”, tanya Pak Pri santai ke Ade
“Udah Pak..”
“Siip…”
“Ayoook jalan kawan..” seru Pak pri yang seperti biasa memimpin rombongan tim ekspedisi menuju Kalimati. 

Awal perjalanan menuju Kalimati kami melewati Tanjakan Cinta yang meninggi cukup tajam. Dinamakan tanjakan cinta karena gabungan kedua bukit nya yang berbentuk seperti tanda love. Konon ceritanya, siapa yang berjalan menanjaki Tanjakan Cinta tanpa sekalipun menoleh ke belakang sampai di atas bukit sambil membayangkan seseorang yang dia cinta maka permintaanya itu akan menjadi kenyataan. Yah namanya mitos, bisa dipercaya bisa juga tidak. Hehehe

“Hahhhh…..berat juga yah”, ujar Pak Heru yang kecapekkan sambil berdiri mengatur nafas nya yang ngos-ngosan.
“Ayooo Pak Heru…sedikit lagi sampai di atas bukit”, teriak Azwan ke arah bawah mencoba menyemangati.

Tidak ada lima belas menit semua sudah berada di atas bukit Tanjakan Cinta. Semua istirahat duduk-duduk sambil melihat kemegahan Danau Ranu Kumbolo yang semakin cantik dilihat dari atas. Tidak lupa aksi jeprat-jepret pun dimainkan. Ade yang paling jago dalam mengambil gambar memotret satu persatu dari kami. 
“Sini bro, gantian kamu tak fotoin”, ucap Budi ke Ade. 

jepret..jepret….jepret”.

Puas menikmati Danau Ranu Kumbolo dari atas bukit Tanjakan Cinta kami melanjutkan perjalanan lagi. Kami menuruni bukit menuju sebuah tempat yang teramat luas dan indah. Hamparan ilalang menyebar ke setiap badan-badan bukit. Serta ungu bunga Lavender yang terbentang meluas memenuhi daratan yang membuat kami melompat-lompat seperti sedang kegirangan. Iya, kami sedang berada di Oro-oro Ombo. 

Pemandangan yang kami dapat lihat di Oro-oro ombo sungguh sangat istimewa. Tidak terpikir sekalipun ada kumpulan bunga-bunga indah Lavender dengan satu warna yang bersembunyi di balik bukit. Perjalanan ke Mahameru adalah perjalanan yang selalu dipenuhi dengan kejutan-kejutan. Seolah-olah jika kita hitung dari awal memulai perjalanan dari Tumpang ada saja hadiah dari alam yang diberikan kepada kami. Sungguh alam sangat ramah dan berbaik hati sama kami. Dan inilah tugas kita untuk membalas segala kebaikan alam itu, yaitu dengan menjaganya agar tetap lestari dan hidup selayaknya mereka hidup sebagai ciptaan Tuhan yang memberikan banyak manfaat untuk manusia. 

30 menit an kami melewati Oro-Oro Ombo sambil jeprat jepret kemudian kami sampai di Cemoro Kandang. Di sini kami beristirahat duduk-duduk sambil menikmati keindahan Oro-Oro Ombo yang semakian indah dilihat dari kejauhan sembari merasakan sejuknya angin yang berputar-putar disekeliling pohon cemara yang berjejer ramai menumpuki bukit. Ketika kami tengah istirahat kami bertemu dengan pendaki kecil yang berumur sekitar tahun yang bernama Putra Enggal. Si Enggal kecil mendaki bersama Ibu, Ayah, dan kakeknya. Melihat seorang pendaki dengan umur yang masih belia itu kami terkagum-kagum dan kami sempatkan untuk berfoto bareng si kecil. Kebetulan kami dan keempat teman pendaki baru itu beristirahat bareng. Kami mengobrol banyak dengan beliau-beliau. 

“Wah adik Enggal hebat banget bisa kuat mendaki sampai di sini”, tanya Pak Irvan sambil nyubit pipi Enggal  yang sudah mirip bakpao.
“Iya dong, siapa dulu bapaknya, porter Mahameru, hehehe” jawab bapak nya si Enggal riang.
“owalah….ternyata”, tanggap semua orang yang ada di situ. 

Cerita punya cerita, ternyata si bapak ini hampir setiap seminggu sekali selalu mendaki Gunung Semeru. Ini nih yang namanya luar biasa. Hehehehe… cerita berlanjut dengan ngobrol bersama kakek si Enggal yang bernama Mbah Karyono. Kulit tangannya yang sudah terlihat keriput serta rambutnya yang hampir sempurna beruban dengan semangat bercerita tentang banyak hal kepada kami. Beliau bertutur bahwa pernah di suatu ketika beliau hidup seorang diri selama satu bulan di Gunung Semeru tepatnya tinggal di Arcopodo persis di bawah puncak Mahameru. Kami semua terkaget-kaget mendengar cerita Mbah Karyono yang sedang mengenakan baju khas jawa berwarna putih itu. 
 
“Saya tuh sampai sekarang masih belum mengerti mengapa dan apa tujuan saya susah-susah hidup di gunung seorang diri yang tanpa membawa sebutir beras dan korek api”, Mbah Karyono bercerita.
“Trus apa yang panjenengan dapatkan dari “hal” itu, Mbah?” , tanya Pak Pri penasaran.
“saya juga tidak tahu”, jawab Mbah Karyono sambil tersenyum yang seolah tidak ingin bertinggi hati dengan kegiatan alam yang Mbah tuturkan. 

Kami semakin terheran-heran dengan Mbah Yono, sapaan akrab si mbah. Kita bisa membayangkan bagaimana bisa hidup seorang diri di hutan yang lebat tanpa satu penerangan dan secuil makanan apapun selama satu bulan. Dan sepertinya itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang benar-benar dekat dengan alam. Ketika Mbah Yono ditanya soal bagaimana beliau mendapatkan makanan setiap harinya, beliau menjawab hanya memakan dedaunan, buah-buahan, dan ranting-ranting yang ada di hutan. 
“Saya hanya ingin memposisikan diri saya seperti sebuah binatang di hutan, memakan apa yang bisa dimakan, menyatu dengan alam selayaknya ia menerimaku sebagaimana saya menerimanya ”, ungkap Mbah Yono bijak. 

“Hebaattt, luar biasa, ajaib”, gumam Pak Pri yang duduk bersebelahan paling dekat dengan Mbah Yono. 

Lama bercerita akhirnya Mbah Yono beserta anak, menantu, dan cucunya itu berangkat duluan melanjutkan perjalanan menuju Sumber Mani. Sebelum si Mbah pergi beliau juga menawarkan kami untuk mampir ke rumah beliau yang kebetulan berlokasi di dekat Danau Ranu Pani. Sungguh sebuah perkenalan yang baik dengan orang yang sangat “baik”.  Tidak lama kemudian kami juga melanjutkan perjalanan kami menuju Kalimati. 

“lanjut lagi yuk, terlalu lama berhenti nanti malah kedinginan di sini”, ajak Pak pri kepada tim.

Pukul 11.00 – Kalimati
Menapaki jalur yang di ujung-ujung lebih banyak landainya akhirnya kami sampai di Pos Kalimati. 

“Yeah...Kalimati..” 
Pemandangan Kalimati siang itu cukup ramai. Banyak tenda-tenda berdiri memadati kawasan bekas aliran lahar Gunung Semeru itu. Benar saja kalau banyak pendaki yang mendirikan tenda di sini. Karena di sinilah mereka menyiapkan segala sesuatunya terutama fisik dan mental sebelum nantinya summit attack menuju puncak Mahameru. 

“Bro, minta roti nya dong ah”, pinta Azwan ke Ade yang lagi asik menaburi roti nya dengan cokelat creem.
“nih…”
“Kayaknya enak tuh”, tanya Budi ke Ade yang padahal niatnya memang ingin minta makanan enak yang satu ini.

Sementara Ade, Azwan, dan Budi lagi asik menikmati roti bertaburkan cokelat creem, anggota tim lain sedang asik berfoto-foto di sekitar Kalimati yang banyak dipenuhi Bunga Eidelweis. 

“kamu gak foto-foto Bud?”, tanya Ade ke Budi heran.
“Bodo ah, enakan juga makan roti sama cokelat creem.” Jawab Budi mantap dengan mulut masih dipenuhi roti.
“Ahh gaya lo..”, tambah Azwan sambil menyenggol pundak Budi.
“serius..kali ini aku lagi gak mau dipisahin sama kue dan cokelat creem ini, habisnya tadi jalan lumayan jauh, laper bro, hehehe” jawab Budi ramai.
“Ahh dasar, kalau udah megang makanan, lupa sama semuanya”, sindir Ade sambil tertawa.
“terserah..”, jawab Budi datar yang terus melanjutkan menggigit roti-roti tidak bersalah itu.

Cukup lama di Kalimati menikmati suasana dingin di Kalimati akhirnya kami turun kembali menuju Ranu Kumbolo.
“Turun yookk, kasihan Pak Yudo sendirian di camp”, ajak Pak Heru kepada anggota tim.
“okeyy…mari kita kemon”

Perjalanan turun menuju Ranu Kumbolo dari Kalimati tidak sampai memakan waktu dua jam. Perjalanan pulang lebih cepat karena lebih banyak menurun ketimbang nanjaknya. Pak Heru yang biasa terlihat banyak diam ketika menemui tanjakan kini terlihat riang dan banyak cakap. 

“Ayoo..mas semangat mas..”, ucap Pak Heru ke pendaki lain yang sedang menapaki tanjakan.
“semangat mas..mbak.. Kalimati sebentar lagi..” seru Pak Heru kembali ke pendaki yang tengah sempoyongan menaiki tanjakan.
“Iya Pak, terimakasih”
“Ini ceritanya bapaknya lagi seneng mbk..mas, maklum soalnya track nya landai menurun, coba kalau nanjak, jangankan nyemangatin orang lain, diajakin ngomong sama temannya sendiri bakalan gak disaut, wkakakakaa..”  Ade tiba-tiba nyeletuk bermaksud mengejek Pak Heru.
HAHAHAHA…..” semua tertawa.

Pukul 15.00
Menuruni Tanjakan Cinta, kami kembali sampai di Ranu Kumbolo. Istimewanya, bebarengan ketika kami sampai di camp, di atas tikar sudah tersaji nasi yang komplit dengan lauk-lauknya. 

“Pak Yudo…benar kan ini camp kita?”, tanya Yayan heran
“Bukan, camp kita ada di dasar danau. Ya iyalah ini camp kita, kaget ya sudah ada makanan di sini?” jawab Pak Yudo yang sepertinya mengerti betul dengan pertanyaan Yayan itu. 
HAHAHAHA..” semua kembali tertawa.

Yayan nampak males menanggapi ceramah Pak Yudo dan memilih mengambil piring menyerbu makanan yang akhirnya yakin kalau semua masakan itu disajikan untuk dirinya dan yang lain.  

“Ini masakan ternikmat sekaligus teristimewa dibandingkan masakan-masakan selama saya di gunung”, ungkap Yayan sambil sambil mengunyah nasi dan kornet.
“Jelas istimewa lah, tau-tau dari perjalanan jauh sudah ada nasi di atas tikar”, seru Pak Heru.
“hahahaha..”
“Terimakasih Pak Yudo untuk masakannya, persis nikmat banget Pak. Nasi nya juga pas”, Ade menambahkan.

 Dan semua bersuka cita menikmati makanan siang yang dibuat istimewa oleh Pak Yudo. 

Haripun menjadi malam, terlihat lampu-lampu senter indah menghiasi setiap tenda di seberang danau. Cahaya lampu senter yang tidak terlalu terang membuat suasana semakin akrab. Malam ini cuaca di Ranu Kumbolo cukup cerah. Menginjak pukul 19.00 kami menggelar matras di luar camp. 

“Alhamdulillah ya, malam ini gak turun hujan, ya walau gak begitu cerah banget sih”, gumam Pak Pri lirih.
“Iya nih, lumayan. Kayaknya bakalan cakep malam ini. Coba langitnya gak tertutup awan, bisa lihat bintang pasti nih”, tambah Budi sambil mendongak ke langit.
“Kayaknya ada yang kurang nih, gak ada anget-angetnya” gumam Pak Irvan datar.

Pak Pri rada baikan malam ini. Mendengar gumamannya Pak Irvan yang mendambakan minuman hangat, tanpa ada yang menyuruh, Pak Pri tiba-tiba berjalan masuk dapur yang biasa kami gunakan untuk masak sambil sambil mengambil kompor, parafin, dan air. 

“wah tumben-tumbenan nih..” seru Ade ke Pak Pri yang sedang menenteng-nenteng peralatan masak .
“Mari kita memasak air..” ucap Pak Pri sambil meletakkan bawaannya itu.

Kali ini kami menikmati satu rasa minuman hangat, teh hangat.
Waktu menunjukkan pukul 20.00. kami masih asik ngobrol menikmati suasana malam yang cerah di Ranu Kumbolo. Sedikit demi sedikit kabut putih yang memenuhi langit menepih. Mempertemukan kami pada bintang-bintang malam di atas danau Ranu Kumbolo.

“Lihat-lihat….bintangnya muncul satu tuh..” seru Yayan sambil menunjuk letak salah satu bintang.
“mana..mana..ohh iya, bintangnya nongol, asyeeekk” tanggap Ade riang.
“Di sebelah sana juga ada tuh,” tambah Pak Irvan semangat.
“Wohh iya, tuh tuh di sudut sini juga banyak,” Pak Pri ikut heboh.
“Makin banyak aja nih bintangnya, bakalan betah dah malam ini” ucap Budi sambil mengusap-usapkan kedua telapak tanggannya yang terbungkus sarung tangan.

Malam semakin larut, dibarengi dengan terbukanya langit yang sudah dipenuhi kerlip bintang. Sementara teh hangat manis yang tersisa di nesting semakin dingin. Kami masih dengan obrolan-obrolan ringan, menikmati malam indah di Ranu Kumbolo. Hembusan angin yang dingin seolah ikut masuk di sela-sela obrolan kami. Ini adalah malam terakhir di Gunung Semeru, besok pagi kita harus turun menuju Ranu Pani karena akan dijemput oleh Pak Laman dengan jeep setianya.

“Besok Pak Laman jemput kita jam berapa Bud?”, Tanya Pak Pri ke Budi.
“Kemarin sih aku bilangnya jam satu an siang Pak”,
“Berarti besok kita sudah harus cabut dari Ranu Kumbolo jam delapan.” Tambah Pak Pri mantap.
“Betul..”

Sementara udara dingin semakin terasa di sendi-sendi tulang. Cahaya lamput senter di antara tenda-tenda di sekitara yang tadinya agak redup kini sudah benar-benar tak bercahaya. Seolah menerjemahakan keakraban dan obrolan di dalam tenda tadi sudah selesai. Semakin hening, semakin mesra. 

“Kayaknya udah pada tidur ya”, ucap Pak Pri sambil melihat tenda-tenda di sekeliling.
“betul, udah selarut gini juga soalnya.”
“Ya udah, tidur aja yuk”
“Yok..” semuanya berdiri dan masuk ke dalam camp.

Semua masuk ke sleeping bag masing-masing. 

“Selamat tidur semuanya…” ucap Yayan sambil menutup sleeping bag nya, 

sreettttt…..”

22 Juni – Meninggalkan Ranu Kumbolo
“Ayo bangun-bangun…masak buat sarapan pagi. Kita harus sudah sampai di Ranu Pani sebelum jam satu” seru Pak Pri membangunkan anggota tim yang masih terbungkus di dalam sleeping bag.
“Heeeeooaamm..”
“Masak apa ya enaknya pagi ini?”
“Lauk-lauk yang masih ada dimasak semua aja dah..”
“jadi ceritanya pagi ini kita makan besar nih,..” gumam Azwan sumringah.
“Bukan makan besar, tapi makan sisa-sisa, HAHAHAHA.” Saut Pak Heru ramai.
“Yaelah, gak usah diperjelas gitu pak pak..” tambah Ade sambil ketawa.
“HAHAHAHAHA..” semua ngakak.
“Ya udah, yok hajaarrrrr..” seru Pak Irvan menuju dapur-dapuran.

Kami masak dan mengerjakan tugasnya masing-masing. Agak lama durasi masak pagi ini. Karena lauk yang kita masak benar-benar banyak dan ramai. Kami memasak semua lauk yang masih tersisa. Karena selepas ini kami sudah turun lagi di pasar Tumpang, dan makan siang di sana.

1 jam an berlalu, “Taraaaaa….sarapan pagi siap bapak-bapak.” Seru Ade sambil meletakkan nasi yang kebulnya masih mengepul di antara bapak-bapak yang lagi “jagong”. Disusul Pak Irvan dan Yayan yang membawa lauk dan sayur yang kali ini memang benar-benar ramai.

“Wah..wah…kalau kayak gini ceritanya jadi betah dan males pulang rumah nih.” Ungkap Pak Heru bercanda sambil melihat-lihat masakan yang terhidang rapi di hadapannya.
“Yang tinggal makan sih betah-betah aja. HAHAHAHA” Jawab Ade sambil ketawa.
“HAHAHA..”semua tertawa

Semuanya makan, terlihat sangat menikmati hidangan sarapan pagi ini. Kami harus makan yang cukup, karena setelah ini akan melakukan perjalanan yang jauh lagi, turun kembali menuju Ranu Pani. 

Pukul 08.00 – Menuju Ranu Pani
Sebelum pergi meninggalkan camp kami memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Sampah-sampah bekas semenjak hari pertama kami sampai di Ranu Kumbolo kami kumpulkan jadi satu dan kami masukkan ke dalam plastik hitam besar. 

“Semua sudah beres? Gak ada barang yang tertinggal kan?” Tanya Pak Pri ke tim.
“Siappp…Beressss boss...” jawab semuanya mantap.

Kembali Pak Pri memimpin rombongan tim ekspedisi menuju Ranu Pani. Track pertama diawali menaiki tanjakan menuju atas bukit. Berjalan membelakangi danau dengan semangat yang baru. Sampai di atas bukit kami menoleh ke belakang kembali memandangi Danau Ranu Kumbolo seperti awal ketika kemarin kami berjumpa dengannya. Dengan tatapan yang penuh dengan kebahagiaan kami berikan tatapan terakhir untuk danau. Dalam setiap diri di hati kami kira-kira berkata “suatu hari nanti kita pasti akan bertemu lagi di sini”. 

“Sampai jumpa..sampai bertemu lagi di lain hari”, ucap Pak Pri sambil memandang tajam ke bawah ke arah danau. 

Semuanya kembali berjalan, dengan langkah kaki semakin cepat meninggalkan Ranu Kumbolo. Perjalanan turun jauh lebih ringan ketimbang waktu berangkat. Tidak terlihat wajah-wajah yang pucat kelelahan sepanjang perjalanan. Pak Yudo yang biasanya tertinggal kini berjalan di depannya Pak Pri, dengan ceria, dengan semangat, dengan celoteh-celotehnya yang selalu bikin tertawa. Begitu juga dengan Pak Heru, jarang sekali diam dan kembali ramai dengan bercandanannya dan tawanya yang khas. Berkali-kali menyemangati pendaki lain yang sedang menanjaki jalur. Sementara anggota tim lain menjadi makmum mendengarkan pelawak-pelawak separuh baya ini heboh dengan aksi-aksi absurdnya.

Pukul 12.00  - Ranu Pani.
3 jam berjalan yang jarang istirahatnya akhirnya kami sampai Ranu Pani. Terlihat banyak pendaki-pendaki yang sedang turun dari jeep sambil membawa tas ranselnya. Wajar saja jika suasan Ranu Pani hari ini lebih ramai dari biasanya, karena hari ini adalah hari sabtu. Sudah pasti banyak pendaki yang memulai perjalanannya di weekend gini. 

Selesai melapor ke petugas resort Pos Ranu Pani kami lanjut berjalan menuju parkiran jeep. Sebenarnya jeep yang akan menjemput kami sudah tiba di Ranu Pani. Namun sebelum meninggalkan Ranu Pani kami mampir ke kediaman Mbah Karyono yang ternyata berada di belakang persis parkiran jeep di depan Pura. Tiba di rumah si mbah kami duduk-duduk sambil nyeduh teh hangat manis suguhan dari istri Mbah Yono. Hampir satu jam kami asik ngobrol-ngobrol di teras rumah Mbah Yono. Rumahnya yang sederhana dengan tanaman-tanaman bunga di depannya menambah keasrian dan nilai indah tersendiri untuk rumah Mbah Yono. 

Akhirnya sampai di penghujung obrolan. Secangkir teh manis yang tadi penuh sudah terlihat kosong.

“Kami mohon pamit dulu ya mbah, terimakasih banyak untuk semuanya, dan maaf kalau malah ngrepotin. Semoga suatu saat nanti kita bisa bersilaturrahmi kembali”, ucap Pak Pri ke Mbah Yono.
“Sama-sama, tidak ada yang merepotkan dan direpotkan, saya juga berterimakasih sampean-sempean semua sudah mau mampir di gubug mbah ini. Semoga perjalanan ke Semarang dan sampai di rumah lancar tidak ada sautu halangan apapun”, tutur Mbah Yono bijak. 

kami bersalam-salaman, satu persatu berpamitan kepada Mbah Yono dan istrinya.

“Pareng nggih Mbah…”
“Monggo..ndereaken”,

Kami menuju tempat parkir jeep meletakkan tas carrier karena ingin mampir ke pusat oleh-oleh Gunung Semeru. Nama tempatnya “Warung Langit”. Di sini dijual berbagai macam gantungan kunci, sticker, dan berbagai jenis kaos khas bergambarkan ala-ala Gunung Semeru. Kami membeli gantungan kunci dan kaos untuk sekedar oleh-oleh buat keluarga dan kerabat kerja. 

Setelah dirasa cukup membeli oleh-oleh kami pun langsung naik jeep yang sudah berdiri manis di depan warung. 

“Mari kita kemon Pak..” seru pak Heru kepada Pak Sopir yang kali ini dikemudikan oleh kerabatnya Pak Laman.

Jeep terus berjalan, meninggalkan Ranu Pani yang tenang dan diam. Kami kembali memandangi Ranu Pani yang seolah ingin berpamitan dan berterimakasih atas sambutan dan segala suguhan yang diberikan kepada kami. Roda jeep yang kekar terus bermain dengan terjalnya jalan, semakin jauh….semakin hilang Ranu Pani dari pandangan mata.

Kami sudah pergi meninggalkan desa Ranu Pani dan memasuki kawasan yang  kanan kiri hanya dipenuhi pohon-pohon besar dengan jurang-jurang indah di dasarnya. Cuaca menjelang sore hari ini sedang tidak terang. Kami terus berjalan menuruni jalan menuju Tumpang sambil diguyur hujan. Gambarannya persis seperti film-film heroic di TV, berpetualang menaiki jeep bertemankan hujan yang deras menghujam. Kami terus mengobrol dan tertawa di bawah derasnya hujan. 

Pukul 16.00 -  Desa Tumpang
Hujan deras tadi seolah memberikan kesegaran tersendiri bagi kami selepasnya tiba di Tumpang. Kami berhenti di rumah Pak Laman dahulu sebelum pulang ke Semarang. 

“Mandi-mandi dulu aja Pak…Mas..” tutur Pak Laman kepada kami yang basah kuyup habis kehujanan.
“Iya..Pak, terimakasih”.

Satu persatu dari kami mandi dan selepas itu kami mampir ke warung bakso yang kebetulan berada di sebelah rumah Pak Laman, mengisi perut dahulu sebelum pulang ke Semarang. Rencananya mobil travel yang kami pesan akan tiba di Tumpang pukul 17.30. Masih ada sedikit waktu untuk ngobrol-ngobrol sambil berterimakasih kepada Pak Laman atas segala kebaikan yang beliau berikan. Mulai dari awal kami berangkat dijemput dari Pasar Tumpang sampai saat ini kami ngobrol-ngobrol akrab di rumah beliau. 

Pukul 17.30 – meninggalkan desa Tumpang
Tidak lama ngobrol-ngobrol dengan Pak Laman di ruang tamu rumahnya, mobil travel kami sudah tiba di depan rumah Pak Laman. Sekali lagi, kami berpamitan kepada orang-orang yang banyak membantu dan mendukung dalam ekspedisi kami. Kami bersalaman kepada Pak Laman dan istrinya. Tidak lupa dibarengi ucapan terimakash dan senyuman tulus. Kami memasukkan tas carrier ke dalam bagasi mobil dan kembali berpamitan kepada Pak Laman sebagai salam perpisahan. 

“Mari Pak Laman, kami permisi dulu..”, tutur Pak Pri sambil senyum
“Monggo,.monggo Pak…Mas..ndereaken..” Jawab Pak Laman sumringah sambil melambaikan tangan kanannya ke arah kami.

Mobil travel sudah menyalakan mesinnya. Kami mulai berjalan dan sesekali menoleh ke belakang. Mengingat kembali apa yang sudah kami lakukan dan apa yang sudah kami dapat. Sudah pasti ada sedikit rasa kekecewaan setiap dari kami karena gagal mencapai puncak Mahameru. Namun lepas dari itu semua ada hal-hal yang seolah mengganti rasa kekecewaan kami itu dengan kejutan-kejutan yang tidak habis diberikan kepada kami. Mulai dari awal kita berjumpa dengan bukit Teletubbies yang menghijau dan gundukan-gundukan cantik bukitnya, Danau Ranu Pani dan Ranu Kumbolo yang diam dengan keindahan-keindahannya, serta Oro-Oro Ombo yang penuh dengan rahasia keindahannya yang berdiam di balik bukit Tanjakan Cinta. Dan dari itu semua ada sesuatu hal yang akan selalu melekat di hati kami. Kenangan, pelajaran, dan kebersamaan di dalam beratnya menanjaki jalan yang terjal, atau berbagi kehangatan di dalam segelas teh manis di Ranu Kumbolo. Kesemuanya itu seolah tidak tidak akan bisa kami dapatkan jika tidak ada ikatan hati yang baik di antara kami semua. Tiada indahnya membuat diri kita berkeringat susah melelahkan badan dan kedinginan di antara keras nya hutan rimba, tetapi apa yang lebih puitis selain berbagi kebersamaan dan saling tolong menolong bersama sahabat-sahabat hati.
Sementara hari semakin petang, mobil terus berjalan melampaui batas-batas kota Malang, Kami memejamkan mata bersama kenangan-kenangan indah yang baru hari-hari tadi kami ciptakan.

23 Juni, pukul – 03.00 – HOME



                                                              

3 komentar:

  1. Dasar Zafran,,, paling bisa ngarang,, gawe buku rak wes,,, with your own words.. and your own creation,, it's gonna be a perfect story of your own,, hahahahahagz.. good job,, but i'll read this later because it's too many to read... oke oke oke

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks for any advanced bro Ade, the way I write is based on what I read. the story probably still needs to be elaborated more. And I actually really want to tell more of what we had, where eventually it would be such a very interesting story. Cause I was like deliberately leaving some parts. Emm... I wrote the story above by my own words anyway :D

      Hapus
  2. hobi yang menarik http://riosankazi.blogspot.com/2013/09/smartfren-windows-phone-ascend-w1.html?showComment=1379998792417#c5392154451522383738

    BalasHapus