Rabu, 01 Februari 2012

Masih ada malam yang lebih tragis selain Malam jum'at kliwon.

Di suatu senin malam di bawah deras hujan di kota Semarang, gue yang habis pulang dari acara kondangan tetangga sekaligus sohib gue, berdiri di seberang jalan menunggu sopir pribadi gue (bahasa konotatif untuk sopir angkot) untuk pulang menuju kos²an gue. Keadaan gue yang setengah menggigil akibat celana yang gue pakai basah apek, gue merasa agak was-was karena angkot yang gue tunggu gak lewat², yang ada angkot² yang sewarna namun beda tujuan. Perut lapar sebungkus emping, segelas air mineral, dan kacang²an hidangan dari acara kondangan tadi masih terlalu lemah untuk melawan berontak cacing² di perutku. 15 menit sudah gue menunggu, masih belum nongol juga si angkot.
Namun gue sedikit berbahagia karena di malam sekitar jam setengah 9 itu gue ditemanin sahabat gue yang kebetulan juga ingin pergi cuman beda arah, Fata namanya. 20 menit berlalu, akhirnya gue putusin untuk naik angkot yang beda arah kos gue, gak beda 180 derajat sih, cuma membutuhakn tenaga yang tidak sedikit untuk berjalan menuju kos nantinya setelah berhenti dari angkot (duh kacau bingung gimana bahasanya, intinya jarak angkot turun ke kos gue kurang lebih 700 meter). Tapi gak apa² dah, senggaknya ada niatan untuk pulang.
 "Kiri bang...!!!" (sambil melambaikan tangan di depan angkot), gue pamitan ama sahabat gue tadi dan bilang "gue duluan ya sob, lu jaga diri baik²". Udah kayak di sinetron² ketika si Fitri harus pergi meninggalkan Farel di bawah di bawah guyuran hujan (berharap Miska tidak sedang membaca ini, khawatir aja doi membuntuti perjalananku selanjutnya). "Iya sob, lu juga hati² ya" jawab si Fata. Gue naik di angkot penuh perasaan suka cita, setidaknya cukup acara basah²an yang gue alamin malam ini. Namun gue masih mikir ntar abis turun dari angkot jalannya menuju ke kos gimana ya? "Okey deh gue jalan, tapi pikir² lagi berjalan sendirian di malam² gitu rasanya gimana gtu" bisik setan merah sambil ketawa dengan tanduk yang gue gak tau asal dari mana sampai setan berkenan betingkah seperti kebo itu, setan salah pergaulan kali ya.
Sebenarnya bisa sih gue naik angkot sekali lagi dan turun di jalan dekat kos, namun biasalah men, namanya anak kos biar keluar duit 2.000 buat bayar angkot rasanya sayang man. Hati nurani gue ikutan bicara seolah-olah seperti malaikat yang akan menyampaikan wahyu "Ya udah deh gue jalan aja nanti sampai ke kos, toh ujan² gini biasanya para banci yang biasa mangkal di jembatan pada libur" dalam batin gue. 
Di tengah perjalanan (sementara setan dan malaikat masih melanjutkan perberdebatan yang diwarnai aksi lempar²an kulkas) gue keinget ama si Ade (sahabat gue yang lain) yang lagi kuliah untuk nyamperin gue saat pulang, kebetulan doi pakai motor dan kita searah. Khawatir kalau dia udah pulang duluan, gue langsung sms dia "Hallo De, lu pulang jam berapa? gue bisa minta tolong gak ntar samperin gue di depan masjid simpang 5, ni gue lagi di angkot, kita pulang bareng!" (serius ini bahasa sms bukan gue lagi telpon doi, hanya sedikit panjang kalimatnya). Si Ade langsung balas "Ok. siap..ini gue masih di kampus, ntar kalau lu udah sampai masjid sms lagi aja" . Huh..lega banget rasanya,.. pingin jingkrak² bahagia sebenarnya, tapi khawatir pak sopir lari ketakutan ninggalin gue di angkot sendirian. 
Beberapa ratus meter mau nyampai masjid, si sopir berhenti, biasa ngetem ngangkut penumpang² lain. 5 menit menunggu belum ada penumpang yang naik, 15 menit menunggu masih nihil, sampai 30 menit pun belum ada penampakan. Tiba² pak sopir mematikan mesin mobilnya (kemudian hening). Gue, yang waktu itu hanya penumpang seorang diri dan berada di tepi jalan yang sepi, merasa kacau, tapi bukan galau (diiringi choir jangkrik² dan maklul malam lain yang membuat susana makin mistis). Kagetnya, dari lampu spion mobil mulai pak sopir ngeliatin gue, dia berkali² mencuri pandangan ke gue (gak berani liat bagian bawah hidungnya takut gue mati ditempat). Dalam batin gue "Tuhan, jangan biarkan hambamu ini menjadi korban perampokan dan pemerkosaan di angkot seperti yang di berita² TV itu" (duduk diem nundukin kepala pencat-pencet tombol HP qwerty dan gak ada niatan untuk balik mandangin tatapan pak sopir). 
Gak lama kemudian ada 2 cewek berkerudung naik diangkot yang gue tumpangi. Dengan hati yang tulus ikhlas dan penuh iba gue berdoa lagi "Terimakasih Tuhan, kau kirimkan malaikat-Mu untukku". Bukan ingin memuja² 2 cewek tadi, yang jelas dengan naiknya mereka di angkot, pak sopir kembali menghidupkan mesin mobilnya dan tancap gas melanjutkan perjalanan malam yang begitu gelap itu (iyalah, kalau terang siang namanya). 
Gue lega banget akhirnya pak sopir tidak lagi memandangi gue, dan gue pikir² lagi (kali ini berpikir positif deh) kalau lirikan yang pak sopir lakukan dari kaca spion tadi adalah hanya untuk melihat apakah di belakang ada penumpang yang mau naik di angkot ato tidak dan tidak ada motivasi lain. Gue kembali berucap "Tuhan maafkan aku....bukan maksud hati berparasangka buruk terhadap bapak itu, aku hanya sedikit GR karena sebelum berangkat kondangan tadi aku berkaca dan sangat terlihat tampan" (pasang helm di kepala takut dilempari telur sama kawanan sopir angkot). 
Kira-kira 50 meter dari masjid pak sopir menghentikan mobilnya lagi. Kali ini gue sudah gak ingin berpikir macam² lagi, toh di tempat itu susana sangat ramai banyak karyawan² dari Matahari Departmen Store yang hendak pulang. Tidak lebih dari 10 menit si Ade sms gue "udah sampai mana lu, gue udah di depan masjid nih". Lalu gue bales "gue ngetem lagi di dekat Matahari nih bro, tunggu sebentar ya". Si Ade balas lagi "mending lu turun di dekat Matahari aja, biar gue yang nyamperin lu di sana". 
Gue langsung turun dari angkot dan bayar ongkos. Kali ini gue beranikan pandangin mata pak sopir (ya masa gue ngasih duit sambil nunduk, dikira orang minta² lagi). Gue nyebrang dan ketemu Ade (akhirnyaaa....). Kita yah...agak nyantai sambil mbenerin jas hujan karena masih gerimis sambil ngobrolin hal² gak berbobot (didengar oleh kakak²nya karyawan Matahari DS yang sepertinya ingin gabung dalam percakapan kita). 
Dan demi Tuhan, ini yang paling gue sesalin. Ketika gue dan Ade tengah makai jas hujan, sesosok tubuh gagah yang belum sempat gue lihat bentuk wajahnya datang mendekat ke gue dan colek gue sambil bilang "Haii.. ada receh gak?" Gue lihat mukanya dan arrrghhh...... ternyata doi adalah banci. Dengan nada 5x lebih gugup dari biasanya gue jawab "nngg...aa...aakk aa..ada om.., ehh sist" . Seketika itu gue naik di jog dan  minta Ade tancap gas poolll, sedikit nengok ke belakang sambil berbisik ke  arah manusia tadi "selamat tinggal ganteng, ehh cantik", wujud kalau gue selalu pamitan kalau mau ninggalin kerabat gue (uppss..keceplosan). "Arrrghhhh......" teriakku di sepanjang perjalanan. Bukan merasa sakit karena diinjak kaki gajah, namun merasa merinding dengan apa yang barusan gue alamin. 
Dalam batin gue berseru "jauh lebih mendingan gue dilirikan pak sopir tadi ketimbang dijawil sama cowok setengah cewek barusan". (masih) "arrrrrrrgghh....yang kemudian gue seolah mendapat pencerahan di tengah gelap malam bahwa "jangan pernah bermain dengan hujan, karena mereka datang keroyokkan" (lanjut makan malam di sebuah warung).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar